Ada seorang yang bertanya kepada Wuhaib bin al-Ward, “Apakah orang yang bermaksiat kepada Allah itu bisa merasakan manisnya ibadah kepada Allah?”.
Jawaban beliau,
لَا، وَلَا مَنْ هَمَّ بِالْمَعْصِيَةِ
“Orang yang bermaksiat itu tidak bisa merasakan manisnya ibadah. Bahkan orang yang berniat hendak melakukan maksiat itu tidak bisa merasakan manisnya ibadah.” (Syu’abul Iman karya al-Baihaqi no 6756)
Ritual ibadah kepada Allah itu memiliki rasa manis yang tak terbayangkan.
Rasa manis dan nikmat melebihi kenikmatan hidup para raja dan pangeran yang hidup penuh kemewahan dan fasilitas hidup yang serba wah.
Akan tetapi nikmat ini tidaklah dirasakan oleh semua orang yang nampaknya beribadah.
Tidak bisa merasakan manis dan nikmatnya berdzikir, bersholawat, membaca Al-Quran, sholat rawatib, sholat Dhuha, sholat Tahajjud, puasa Senin Kamis dll adalah salah satu bentuk hukuman dari Allah.
Itulah bentuk hukuman karena maksiat dan merencanakan maksiat.
Orang yang rajin bermaksiat bisa saja tetap rutin melakukan sejumlah ritual ibadah namun dia tidak akan bisa merasakan kenikmatannya.
Hukuman maksiat itu tidak harus hal yang ngeri-ngeri.
Dulu bisa merasakan nikmatnya sholat namun nikmat tersebut sekarang sudah hilang itu sudah cukup sebagai hukuman dan adzab Allah.
Obat agar bisa kembali merasakan nikmatnya ibadah adalah dengan serius bertaubat dan mengkondisikan hati agar tidak lagi punya keinginan untuk bermaksiat kepada Allah.
Semoga Allah berikan kepada penulis dan semua pembaca tulisan ini nikmat merasakan manis dan indahnya ibadah kepada Allah. Aamiin.
Penulis: Ustadz Aris Munandar, S.S., M.P.I.